Jogja dikenal sebagai kota dengan segudang kuliner khas yang menggugah selera. Selain gudeg yang sudah menjadi ikon, ada satu kuliner khas yang kian populer di kalangan wisatawan maupun warga lokal, yaitu sate klathak. Berbeda dengan sate kambing pada umumnya, sate klathak memiliki cara penyajian yang unik, cita rasa khas, serta sejarah panjang yang melekat dengan budaya Jogja.
Sejarah Sate Klathak yang Panjang
Sate klathak pertama kali muncul di daerah Jejeran, Pleret, Bantul, Yogyakarta. Masyarakat setempat menyebut “klathak” sebagai bunyi sate ketika dibakar di atas bara api menggunakan jeruji besi sepeda sebagai tusukannya. Nama yang sederhana ini ternyata mampu membawa sate klathak melambung hingga menjadi ikon kuliner khas Jogja.
Dulu, sate ini disajikan secara sederhana untuk warga sekitar. Namun, karena cita rasa dan cara penyajiannya yang berbeda, sate klathak berkembang menjadi kuliner legendaris yang wajib dicoba setiap kali berkunjung ke Jogja.
“Setiap kali melihat sate klathak dipanggang dengan jeruji besi, ada rasa nostalgia yang kuat, seakan kita kembali ke masa lalu.”
Keunikan Tusukan Jeruji Besi
Hal yang paling mencolok dari sate klathak adalah penggunaan jeruji besi sepeda sebagai pengganti tusuk sate bambu. Jeruji besi dianggap lebih baik karena mampu menghantarkan panas secara merata, membuat daging kambing matang sempurna hingga ke bagian dalam.
Selain itu, penggunaan jeruji besi juga menambah kesan khas yang sulit ditemui pada sate jenis lain di Indonesia. Tradisi ini masih dijaga hingga sekarang oleh para penjual sate klathak di Jogja.
Daging Kambing Muda yang Empuk
Sate klathak menggunakan daging kambing muda pilihan agar teksturnya empuk dan tidak berbau prengus. Potongan daging dibuat cukup besar, berbeda dengan sate biasa yang biasanya dipotong kecil-kecil.
Kesegaran daging kambing menjadi kunci utama cita rasa sate klathak. Pemilihan daging segar menjadikan sate ini kaya rasa meski hanya menggunakan bumbu sederhana.
Bumbu Minimalis dengan Rasa Otentik

Sate klathak tidak menggunakan bumbu kacang atau kecap manis seperti sate pada umumnya. Bumbu yang dipakai sangat sederhana, yaitu garam dan sedikit lada. Inilah yang membuat sate klathak terasa otentik dan menonjolkan rasa asli daging kambing.
Kesederhanaan bumbu justru menjadi daya tarik tersendiri, karena membuat penikmat bisa merasakan cita rasa asli daging kambing tanpa tertutupi.
“Bagi saya, sate klathak itu mengajarkan filosofi sederhana: semakin polos justru semakin kuat rasa aslinya.”
Proses Pembakaran yang Menggugah Selera
Setelah ditusuk dengan jeruji besi dan dibumbui sederhana, sate klathak dibakar di atas bara api hingga daging berwarna kecokelatan. Proses pembakaran ini menghasilkan aroma khas yang menggugah selera dan membuat siapa pun yang mencium baunya langsung tergoda untuk mencicipi.
Waktu pembakaran sate klathak sedikit lebih lama dibanding sate biasa karena ukuran potongan daging yang besar. Namun, justru inilah yang membuat teksturnya empuk di dalam sekaligus juicy.
Penyajian dengan Kuah Gulai
Sate klathak biasanya disajikan bersama kuah gulai yang gurih dan beraroma rempah. Kuah ini menjadi pelengkap sempurna bagi sate yang dibumbui sederhana, memberikan rasa kaya tanpa menutupi kelezatan asli daging.
Penyajian ini membuat sate klathak berbeda dengan sate lainnya, karena konsumen bisa menikmati sate panggang dan kuah gulai sekaligus dalam satu hidangan.
Warung Legendaris Sate Klathak di Jogja
Beberapa warung sate klathak di Jogja sudah melegenda dan selalu ramai pengunjung, terutama di malam hari.
Sate Klathak Pak Pong
Warung ini menjadi ikon sate klathak di Bantul. Hampir setiap hari dipadati pengunjung yang rela antre demi menikmati kelezatan sate klathak dengan kuah gulai khas.
Sate Klathak Pak Bari
Warung ini semakin terkenal sejak menjadi lokasi syuting film AADC 2. Popularitasnya membuat banyak wisatawan penasaran untuk mencicipi langsung.
Sate Klathak Jejeran
Selain dua nama besar di atas, kawasan Jejeran, Bantul, juga dipenuhi puluhan warung sate klathak yang semuanya menawarkan cita rasa otentik.
Harga yang Terjangkau
Meski memiliki cita rasa legendaris, harga sate klathak masih relatif terjangkau. Satu porsi sate klathak dengan nasi dan kuah gulai biasanya dibanderol mulai dari Rp25.000 hingga Rp35.000.
Harga ini membuat sate klathak bisa dinikmati oleh semua kalangan, mulai dari mahasiswa, wisatawan, hingga keluarga.
Filosofi Sederhana di Balik Sate Klathak
Kesederhanaan sate klathak mencerminkan budaya masyarakat Jogja yang apa adanya, tidak berlebihan, namun tetap hangat dan memikat. Sate ini mengajarkan bahwa sesuatu yang sederhana bisa menjadi luar biasa jika dibuat dengan hati.
“Setiap tusukan sate klathak mengingatkan saya pada filosofi hidup orang Jogja: sederhana tapi selalu ngangenin.”
Sate Klathak sebagai Daya Tarik Wisata Kuliner
Selain wisata budaya dan alam, Jogja kini semakin identik dengan wisata kuliner. Sate klathak menjadi salah satu magnet yang mampu menarik wisatawan, terutama generasi muda yang penasaran dengan kuliner unik.
Kombinasi antara sejarah, keunikan cara penyajian, serta rasa otentik menjadikan sate klathak bukan hanya makanan, tetapi juga pengalaman budaya.
Tips Menikmati Sate Klathak di Jogja
Bagi yang ingin mencicipi sate klathak langsung di Jogja, ada beberapa tips yang bisa diperhatikan:
- Datang lebih awal untuk menghindari antrean panjang, terutama di warung populer.
- Jangan ragu mencoba sate klathak dengan tambahan menu lain seperti tongseng atau gulai kambing.
- Nikmati sate klathak bersama teh hangat atau es teh manis agar rasa lebih seimbang.
- Siapkan kamera, karena momen menyantap sate klathak bisa jadi pengalaman kuliner yang layak dibagikan.
Inovasi Modern dalam Sate Klathak
Meski berakar pada tradisi, beberapa penjual kini mulai menghadirkan variasi sate klathak modern. Ada yang menambahkan bumbu marinasi, saus unik, bahkan memadukan sate klathak dengan nasi kebuli.
Namun, tetap saja sate klathak klasik dengan bumbu garam dan lada masih menjadi primadona di hati para penikmat kuliner.